Free Music Online
Free Music Online

free music at divine-music.info

Rabu, 26 Juni 2013

MAKALAH IMAN KEPADA QADA DAN QADAR

IMAN KEPADA QADA DAN QADAR MAKALAH Disusun untuk memenuhi salah satu tugas studi Islam 2 Oleh: Agus salim Astranita Muh. Jalil PROGRAM STUDI MAJEMEN KEUNGAN SEKOLAH TINGI ILMU NANAJEMEN YAPIM MAROS 2013/2014 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.......................................................... ii BAB I PENDAHULUAN..................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah....................................... 1 B. Rumusan Masalah................................................. 1 C. Tujuan Penulisan Makalah.................................... 1 D. Manfaat Penulisan Makalah.................................. 1 BAB II PEMBAHASAN................................................... 2 A. Landasan Teori....................................................... 2 B. Pembahasan......................................................... 3 BAB III PENUTUP.......................................................... 16 A. Kesimpulan........................................................ 16 B. Saran................................................................. 16 DAFTAR PUSTAKA........................................................ 17 i  KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pengerjaan makalah yang berjudul ” Iman kepada Qada dan Qadar dan manfaat beriman ”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas ilmu manajemen. Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Kami sebagai penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Maros, 29 jumaidil awal 1434 H 10 april 2013 M ii BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Islam merupakan agama yang paling sempurna yang di turunkan kepada nabi Muhammad saw. Kesempuranaan akan agama Islam tidak dapat diragukan lagi karena agama ini telah di jelaskan secara terperinci dalam Alquran. Tapi dalam pembahasan makalah ini kita tidak akan membahas pengertian islam tetapi akan lebih kepada persoalan keyakinan atau iman. Sebelum membahas pada tataran persoala Qada dan Qadar terlebih dahulu memsti mamahami apa pengertian iman. Pengertian iman secara bahasa menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin adalah pengakuan yang melahirkan sikap menerima dan tunduk. Kata beliau makna ini cocok dengan makna iman dalam istilah syari’at. Dan beliau mengkritik orang yang memaknai iman secara bahasa hanya sekedar pembenaran hati (tashdiq) saja tanpa ada nsure menerima dan tunduk. Kata ’iman’ adalah fi’il lazim (kata kerja yang tidak butuh objek), sedangkan tashdiq adalah fi’il muta’addi (butuh objek). Inilah yang akan menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini. B. RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang masalah tersebut di atas maka dapat dirumuskan; 1. Apakah yang dimaksud dengan Qada dan Qadar? 2. Apakah fungsi beriman? C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH Dari rumusan makalah di atas maka dapat makalah ini disusun dengan tujuan; 1. Mampu memahami pengertian Qada dan Qadar. 2. Mampu mengimplementasikan fungsi keimanan dalam kehidupan sehari-hari. 1 BAB II PEMBAHASAN A. LANDASAN TEORI 1. Pengertian Qadha dan Qadar Menurut bahasa, qadha memiliki beberapa arti yaitu hukum, ketetapan, perintah, kehendak, pemberitahuan, dan penciptaan. Sedangkan menurut istilah, qadha adalah ketentuan atau ketetapan Allah SWT dari sejak zaman azali tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan makhluk-Nya sesuai dengan iradah (kehendak-Nya), meliputi baik dan buruk, hidup dan mati, dan seterusnya. Menurut bahasa, qadar berarti kepastian, peraturan, dan ukuran. Sedangkan menurut istilah, qadar adalah perwujudan ketetapan (qadha) terhadap segala sesuatu yang berkenaan dengan makhluk-Nya yang telah ada sejak zaman azali sesuai dengan iradah-Nya. Qadar disebut juga dengan takdir Allah SWT yang berlaku bagi semua makhluk hidup, baik yang telah, sedang, maupun akan terjadi. Atau secara sederhana dapat diartikan bahwa qada adalah ketetapan Allah yang telah ditetapkan (tetapi tidak diketahui), sedangkan qadar ialah ketetapan Allah yang telah terbukti. Rasulullah bersabda : ‘’ Iman itu ialah engkau beriman kepda Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, Hari Kemudian, dan qadar-Nya yang baik maupun yang buruk’’ (Hadist riwayat Muslim). 2 B. PEMBAHASAN 2. Hubungan Qadha dan Qadar dengan Ikhtiar Allah telah menetapkan segala sesuatu yang berkenaan dengan makhluk-Nya sejak zaman azali. Meskipun begitu Allah tetap mewajibkan manusia untuk berikhtiar. Kita tidak mengetahui apa-apa yang akan terjadi pada diri kita, oleh sebab itu kita harus berikhtiar. Jika ingin pandai, hendaklah belajar dengan tekun. Jika ingin kaya, bekerjalah dengan rajin setelah itu berdo’a. Dengan berdo’a kita kembalikan segala urusan kepada Allah SWT. Dengan demikian, apapun yang terjadi kita dapat menerimanya dengan ridha dan ikhlas. Sebagaimana firman Allah SWT, yang artinya: Sesungguhya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. (QS. Ar-Ra’du: 11). Dengan demikian manusia tidak hanya sekedar menunggu ketentuan takdir, tetapi kita juga diberikan kebebasan bahkan diwajibkan untuk berusaha dan berikhtiar. Meskipun dalam berikhtiar kita memilih jalan yang baik atau jahat, semua itu pada akhirnya tetap dalam takdir Allah SWT. TINGKATAN QADHA’ DAN QADAR Menurut Ahlussunnah Wal Jamaah, qadha’ dan qadar mempunyai empat tingkatan : • Pertama : Al-‘Ilm (pengetahuan) Artinya mengimani dan meyakini bahwa Allah Ta’ala Maha Tahu atas segala sesuatu. Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, secara umum maupun terperinci, baik itu termasuk perbuatanNya sendiri atau perbuatan makhlukNya. Tak ada sesuatupun yang tersembunyi bagiNya. 4 • Kedua : Al-kitabah (penulisan) Artinya mengimani bahwa Allah Ta’ala telah menuliskan ketetapan segala sesuatu dalam Lauh Mahfuzh. Kedua tingkatan ini sama-sama dijelaskan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya:           •     •      70. Apakah kamu tidak mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu Amat mudah bagi Allah. Dalam ayat ini disebutkan lebih dahulu bahwa Allah Ta’ala mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi, kemudian dikatakan bahwa yang demikian itu tertulis dalam sebuah kitab Lauh Mahfuzh. Sebagaimana dijelaskan pula oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya: “ Pertama kali tatkala Allah Ta’ala menciptakan qalam (pena), Dia firmankan kepadanya : Tulislah!. Qalam itu berkata : “ya Tuhanku, apakah yang hendak kutulis?” Allah Ta’ala berfirman : “Tulislah apa saja yang akan terjadi!” maka seketika itu bergeraklah qalam itu menulis segala sesuatu yang akan terjadi hingga hari kiamat”. 5 Ketika Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang apa yang hendak kita perbuat, apakah sudah ditetapkan atau tidak? beliau menjawab: “sudah ditetapkan”. Dan ketika beliau ditanya: “Mengapa kita mesti berusaha dan tidak pasrah saja dengan takdir yang sudah tertulis? Beliaupun menjawab : “Berusahalah kalian, masing-masing akan dimudahkan menurut takdir yang telah ditentukan baginya”. • Ketiga : Al- Masyiah ( kehendak ). Artinya: bahwa segala sesuatu, yang terjadi atau tidak terjadi, di langit dan di bumi, adalah dengan kehendak Allah Ta’ala. Hal ini dinyatakan jelas dalam Al-Qur’an Al–Karim. Dan Allah Ta’ala telah menetapkan bahwa apa yang diperbuatNya, serta apa yang diperbuat para hambaNya juga dengan kehendakNya. Firman Allah:                28. (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. 29. dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.                           112. dan Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, Yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)[499]. Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. 6 [499] Maksudnya syaitan-syaitan jenis jin dan manusia berupaya menipu manusia agar tidak beriman kepada Nabi.          •               •                  •   •              253. Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya[158] beberapa derajat. dan Kami berikan kepada Isa putera Maryam beberapa mukjizat serta Kami perkuat Dia dengan Ruhul Qudus[159]. dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah Rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan, akan tetapi mereka berselisih, Maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di antara mereka yang kafir. seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya. [158] Yakni Nabi Muhammad s.a.w. [159] Maksudnya: kejadian Isa a.s. adalah kejadian yang luar biasa, tanpa bapak, Yaitu dengan tiupan Ruhul Qudus oleh Jibril kepada diri Maryam. ini Termasuk mukjizat Isa a.s. menurut jumhur musafirin, bahwa Ruhul Qudus itu ialah Malaikat Jibril. 7 Dalam ayat–ayat tersebut Allah Ta’ala menjelaskan bahwa apa yang diperbuat oleh manusia itu terjadi dengan kehendak-Nya. Dan banyak pula ayat-ayat yang menunjukkan bahwa apa yang diperbuat Allah adalah dengan kehendak-Nya. Seperti firman Allah:    •    •   • •  • ••   13. dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap- tiap jiwa petunjuk, akan tetapi telah tetaplah Perkataan dari padaKu: "Sesungguhnya akan aku penuhi neraka Jahannam itu dengan jin dan manusia bersama-sama."     •• •       118. Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka Senantiasa berselisih pendapat, Dan banyak lagi ayat–ayat yang menetapkan kehendak Allah dalam apa yang diperbuat-Nya. Oleh karena itu, tidaklah sempurna keimanan seseorang kepada qadar (takdir) kecuali dengan mengimani bahwa kehendak Allah Ta’ala meliputi segala sesuatu. Tak ada yang terjadi atau tidak terjadi kecuali dengan kehendakNya. Tak mungkin ada sesuatu yang terjadi di langit ataupun di bumi tanpa dengan kehendak Allah Ta’ala. • Keempat : Al–Khalq ( penciptaan ) 8 Artinya mengimani bahwa Allah pencipta segala sesuatu. Apa yang ada di langit dan di bumi penciptanya tiada lain kecuali Allah Ta’ala. Sampai “ kematian” lawan dari kehidupan itupun diciptakan Allah.              2. yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun, Jadi segala sesuatu yang ada di langit ataupun di bumi penciptanya tiada lain adalah Allah Ta’ala. Kita semua mengetahui dan meyakini bahwa apa yang terjadi dari hasil perbuatan Allah adalah ciptaan-Nya. Seperti langit, bumi, gunung, sungai, matahari, bulan, bintang, angin, manusia dan hewan kesemuanya adalah ciptaan Allah. Demikian pula apa yang terjadi untuk para makhluk ini, seperti : sifat, perubahan dan keadaan, itupun ciptaan Allah Ta’ala. Akan tetapi mungkin saja ada orang yang merasa sulit memahami, bagaimana dapat dikatakan bahwa perbuatan dan perkataan yang kita lakukan dengan kehendak kita ini adalah ciptaan Allah Ta’ala? Jawabnya: Ya, memang demikian, sebab perbuatan dan perkataan kita ini timbul karena adanya dua faktor, yaitu kehendak dan kemampuan. Apa bila perbuatan manusia timbul karena kehendak dan kemampuannya, maka perlu diketahui bahwa yang menciptakan kehendak dan kemampuan manusia adalah Allah Ta’ala. 9 Dan siapa yang menciptakan sebab dialah yang menciptakan akibatnya. Jadi, sebagai argumentasi bahwa Allah-lah yang menciptakan perbuatan manusia maksudnya adalah bahwa apa yang diperbuat manusia itu timbul karena dua faktor, yaitu : kehendak dan kemampuan. Andaikata tidak ada kehendak dan kemampuan, tentu manusia tidak akan berbuat, karena andaikata dia menghendaki, tetapi tidak mampu, tidak akan dia berbuat, begitu pula andaikata dia mampu, tetapi tidak menghendaki, tidak akan terjadi suatu perbuatan. Jika perbuatan manusia terjadi karena adanya kehendak yang mantap dan kemampuan yang sempurna, sedangkan yang menciptakan kehendak dan kemampuan tadi pada diri manusia adalah Allah Ta’ala, maka dengan ini dapat dikatakan bahwa yang menciptakan perbuatan manusia adalah Allah Ta’ala. Akan tetapi, pada hakekatnya manusia-lah yang berbuat, manusia-lah yang bersuci, yang melakukan shalat, yang menunaikan zakat, yang berpuasa, yang melaksanakan ibadah haji dan umrah, yang berbuat kemaksiatan, yang berbuat ketaatan; hanya saja perbuatan ini ada dan terjadi dengan kehendak dan kemampuan yang diciptakan oleh Allah Ta’ala. Dan alhamdulillah hal ini sudah cukup jelas. Keempat tingkatan yang disebutkan tadi wajib kita tetapkan untuk Allah Ta’ala. Dan hal ini tidak bertentangan apabila kita katakan bahwa manusia sebagai pelaku perbuatan. Seperti halnya kita katakan : “api membakar” padahal yang menjadikan api dapat membakar adalah Allah Ta’ala. Api tidak dapat membakar dengan sendirinya, sebab seandainya api dapat membakar dengan sendirinya, tentu ketika nabi Ibrahim ‘alaihissalam dilemparkan ke dalam api, akan terbakar hangus. Akan tetapi, ternyata beliau tidak mengalami cidera sedikitpun, karena Allah Ta’ala berfirman pada api itu:         69. Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim", 10 Sehingga Nabi Ibrahim tidak terbakar, bahkan tetap dalam keadaan sehat wal afiat. Jadi, api tidak dapat membakar dengan sendirinya, tetapi Allah-lah yang menjadikan api tersebut mempunyai kekuatan untuk membakar. Kekuatan api untuk membakar adalah sama dengan kehendak dan kemampuan pada diri manusia untuk berbuat, tidak ada perbedaanya. Hanya saja, Karena manusia mempunyai kehendak, perasaan, pilihan dan tindakan, maka secara hukum yang dinyatakan sebagai pelaku tindakan adalah manusia. Dia akan mendapat balasan sesuai dengan apa yang diperbuatnya, karena dia berbuat menurut kehendak dan kemauannya sendiri. 3. MANFAAT BERIMAN 1. Iman melenyapkan kepercayaan terhadap benda Orang yang beriman hanya percaya kepada kekuatan Allah. kalau Allah hendak memberikan pertolongan-Nya, maka tidak ada satu kekuatan pun yang dapat mencegahnya. 2. Iman menenamkan semangat berani menhadapi maut Takut menghadapi maut menyebabpkan manusia menjadi pengecut. Banyak diantara manusia yang tidak berani mengemukakan kebenaran kerena takut menhadapi resiko. Orang yang beriman yakin sepenuhnya bahwa kematian itu di tangan Allah. Pegangan orang beriman soal hidup dan mati adalah firman Allah :                                          11 78. di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, Kendatipun kamu di dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan[319], mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) Hampir-hampir tidak memahami pembicaraan[320] sedikitpun? [319] Kemenangan dalam peperangan atau rezki. [320] Pelajaran dan nasehat-nasehat yang diberikan. 3. Iman menanamkan sikap ‘selp help’ dalam kehidupan Rezeki atau mata pencaharian memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Banyak orang yang melepaskan pendirianya karena kepentingan penghidupannya. Kadang-kadang manusia tidak segan-segan melepaskan prinsip, menjual kehormatan, bermuka dua, menjilat, dan memperbudak diri, karena kepentingan materi. Pegangan orang beriman dalamrana ini ialah firman Allah:                    6. dan tidak ada suatu binatang melata[709] pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya[710]. semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). 12 [709] Yang dimaksud binatang melata di sini ialah segenap makhluk Allah yang bernyawa. [710] Menurut sebagian ahli tafsir yang dimaksud dengan tempat berdiam di sini ialah dunia dan tempat penyimpanan ialah akhirat. dan menurut sebagian ahli tafsir yang lain maksud tempat berdiam ialah tulang sulbi dan tempat penyimpanan ialah rahim. 4. Iman memberikan ketentraman jiwa Sering kali manusia dilanda resah dan duka cita, digoncang oleh keraguan dan kebimbangan. Orang yang beriman mempunyai keseimbangan, hatinya tentram, 28. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. jiwanya tenang, sperti firman Allah:                       •             4. Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi[1394] dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana, 13 [1394] Yang dimaksud dengan tentara langit dan bumi ialah penolong yang dijadikan Allah untuk orang-orang mukmin seperti malaikat-malaikat, binatang-binatang, angin taufan dan sebagainya, 5. Iman mewujudkan kehidupan yang baik Kehidupan manusia yang baik ialah kehidupan orang-orang yang selalu melakukan kebaikan, mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik. Sebagai mana Allah berfirman:          •    •       97. Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik[839] dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. [839] Ditekankan dalam ayat ini bahwa laki-laki dan perempuan dalam Islam mendapat pahala yang sama dan bahwa amal saleh harus disertai iman. 6. Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen Iman memberikan pengaruh kepada seseorang untuk berbuat selalu dengan ikhlas, tanpa pamrih, kecuali keridaan Allah. Orang yang beriman akan senantiasa konsekuen dengan apa yang telah diikrarkannya, baik dengan lidahnya maupun dengan hatinya. Ia senantiasa berpedoman kepada firman Allah:  •         14 162. Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. 7. Iman memberikan keberuntungan Orang-orang yang beriman akan selalu berjalan pada arah yang benar karena Allah membimbing dan mengarahkannya kepada tujuan hidup yang hakiki. Dengan demikian orang yang beriman adalah orang yang beruntung dalam hidupnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah:           5. mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung[19]. [19] Ialah orang-orang yang mendapat apa-apa yang dimohonkannya kepada Allah sesudah mengusahakannya. 15 BAB PENUTUP A. KESIMPULAN Iman adalah keyakinan yang diyakini didalam hati, diucapkan dengan lisan, dan dilaksanakan dengan amal perbuatan. Kalau kita melihat qada’menurut bahasa artinya Ketetapan.Qada’artinya ketatapan Allah swt kepada setiap mahluk-Nya yang bersifat Azali.Azali Artinya ketetapan itu sudah ada sebelumnya keberadaan atau kelahiran mahluk. Sedangkan Qadar artinya menurut bahasa berarti ukuran.Qadar artinya terjadi penciptaan sesuai dengan ukuran atau timbangan yang telah ditentuan sebelumnya. Qaqda’ Qadar dalam keseharian sering kita sebut dengan takdir. B. SARAN Kepada para pembaca kami hharapkan agar lebih memperbanyak pendalam agama karena persoalan iman adalah hal yang sangat wajib utuk kita pahami. 16 DAFTAR PUSTAKA Buku pedoman penidikan agama islam untuk perguruan tinggi umum www.google.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar