Free Music Online
Free Music Online

free music at divine-music.info

Rabu, 26 Juni 2013

MAKALAH KATA BAKU DAN NON BAKU

BAHASA BAKU DAN TIDAK BAKU MAKALAH Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia Dosen Pengajar: Ramli, S.Pd Oleh : Agus salim 1261201140 PROGRAM STUDI ILMU MANAJEMEN KEUANGAN YAYASAN PERGURUAN ISLAM MAROS (STIM YAPIM) 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kita dapat menyelesaikan pengerjaan makalah yang berjudul ” Bahasa Baku dan Tidak Baku “ guna untuk memenuhi salah satu tugas Bahasa Indonesia. Pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Saya sebagai penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Maros, 20 Muharram 1434 H 4 Desember 2012   KATA PENGANTAR........................................................... i DAFTAR ISI........................................................................ ii BAB I PENDAHULUAN...................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah......................................... 1 B. Rumusan Masalah.................................................. 2 C. Tujuan Penulisan Makalah..................................... 3 D. Manfaat Penulisan Makalah................................... 3 BAB II PEMBAHASAN...................................................... 4 A. Landasan Teori...................................................... 4 B. Pembahasan.......................................................... 5 BAB III PENUTUP............................................................. 21 A. Kesimpulan............................................................ 21 B. Saran..................................................................... 21 DAFTAR PUSTAKA.......................................................... 22 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia adalah bahasa terpenting di kawasan republik kita. Pentingnya peranan bahasa itu antara lain bersumber pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: “Kami putra dan putri Indonesia menju ggjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia” dan pada Undang-undang Dasar 1945 yang di dalamnya tercantum pasal khusus yang menyatakan bahwa “bahasa negara ialah bahasa Indonesia’’. Namun, disamping itu masih ada beberapa alasan lain mengapa bahasa indonesia menduduki tempat yang terkemuka di antara beratus-ratus bahasa Nusantara yang masing-masing amat penting bagi penuturnya sebagai bahasa ibu. Penting tidaknya suatu bahasa dapat juga didasari patokan seperti jumlah penutur, luas penyebaran, dan peranannya sebagai sarana ilmu, seni sastra, dan pengungkap budaya. Dan dalam mempelajari bahasa Indonesia kita harus menegtahui tentang tatatan bahasa terutama bahasa baku dan bahasa tidak baku oagar kita lebih memehami tantang bahasa Indonesia secara mendalam. Di dalam tatanan bahasa Indonesia di kenal juga sebuah istilah situasi diglosia. Dan di dalam situasi diglosia terdapat tradisi yang menutamakan studi gramatikal tentang ragam yang tinggi. Hal itu dapat dipahami jika diingat bahwa ragam itula yang di ajarkan dalam sistem pendidikan. Tradisi penulisan tata bahasa Melayu, Malaysia, dan Indonesia membuktikan kecenderungan itu. Tradisi itulah yang meletakkan dasar bagi usaha pembakuan bahasa. Nora raga pokok yang tinggi di bidang ejaan, tata bahasa, dan kosakata dikodifikasi. Ragam yang rendah yang tidak mengenal kodifikasi itu menunjunkkan perkembangan ke arah keanekaan ejaan, variasi yang luas di dalam lafal, tata bahasa, dan kosa kata. Bahkan jika 1 wilayah pemakaian bahasa yang bersangkutan amat luas, seperti bahsa indonesia, dapat timbul berbagai jenis ragam rendah kedaerahan yang akhirnya menyulitkan pemahaman timbal balik. Jika penutur bahasa indonesia ini berkata bahwa bahasa Indonesia termasuk golongan bahasa yang mudah, agaknya ia merujuk ke ragam pokok yang rendah yang dimahirinya; jika ia berkata bahwa bahasa indonesia itu sulit, yang dimaksudkannya agaknya ragam pokok yang tinggi. Pengacuan keragam bahasa yang pada hakikatnya berbeda rupa-rupanya menjelaskan adanya paradoks di dalam masyarakat bahwa bahasa Indonesia itu mudah dan sekaligus sukar dipelajari dan di pakai. Oleh karena sebabnya kita akan membahas tentang bahsa baku dan tidak baku. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat di asumsikan beberapa rumusan masalah; 1. Apakah perbedaan bahasa baku dan tidak baku? 2. Apakah fungsi bahasa baku di dalam mempelajari bahasa Indonesia? 3. Bagaimanakah bahasa yang baik dan benar? 4. merumuskan beberapa contoh bahasa baku? 2 C. Tujuan Penulisan Makalah Dari beberapa rumusan masalah di atas maka dapat di asumsikan beberapa tujuan; 1. Mengetahui perbedaan bahasa baku dan tidak baku 2. Mengetahui fungsi dan peranan bahasa baku 3. Memahami cara berbahasa yang baik dan benar 4. Mengetahui beberapa contoh bahasa baku D. Manfaat Penulisan Makalah Makalah ini disusun dengan maksud dan tujuan agar kita bisa memahami tentang bahasa baku dan tidak baku dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari berbangsa dan bernegara. 3 BAB II PEMBAHASAN A. Landasan Teori 1. Pengertian Bahasa Bahasa merupakan salah satu alat untuk mengadakan interaksi terhadap manusia yang lain. Jadi bahasa tersebut tidak dapat dipisahkan dengan manusia. Dengan adanya bahasa kita kita dapat berhubungan dengan masyarakat lain yang akhirnya melahirkan komunikasi dalam masyarakat. Bahasa Indonesia mempunyai sebuah aturan yang baku dalam pengguanaanya, namun dalam prakteknya sering terjadi penyimpangan dari aturan yang baku tersebut. Kata-kata yang menyimpang disebut kata non baku. Hal ini terjadi salah satu penyebabnya adalah faktor lingkungan. Faktor ini mengakibabkan daerah yang satu berdialek berbeda dengan dialek didaerah yang lain, walaupun bahasa yang digunakannya terhadap bahasa Indonesia. Secara sederhana, Gorys Keraf (1980:1) mendefinisikan bahwa bahasa sebagai alat komunikasi antar anggota mansyarakat berupa symbol bunyi yang disilkan oleh alat ucap manusia. Dalam hal ini, yang dimaksud ‘bahasa’ dibatasi pada symbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. 2. Pengertian Bahasa Baku dan Tidak Baku Bahasa baku adalah kata-kata yang standar sesuai dengan aturan kebahasaaan yang berlaku, didasarkan atas kajian berbagai ilmu, termasuk ilmu bahasa dan sesuai dengan perkembangan zaman. Kebakuan kata amat ditentukan oleh tinjauan disiplin ilmu bahasa dari berbagai segi yang ujungnya menghasilkan satuan bunyi yang amat berarti sesuai dengan konsep yang disepakati terbentuk. 4 Kata baku dalam bahasa Indonesia memedomani Pedoman Umum Pembentukan Istilah yang telah ditetapkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa bersamaan ditetapkannya pedoman sistem penulisan dalam Ejaan Yang Disempurnakan. Dalam Pedoman Umum Pembentukan istilah (PUPI) diterangkan sistem pembentukkan istilah serta pengindonesiaan kosa kata atau istilah yang berasal dari bahasa asing. Bila kita memedomani sistem tersebut akan telihat keberaturan dan kemapanan bahasa Indonesia. Kata baku sebenanya merupakan kata yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang telah ditentukan. Konteks penggunaannya adalah dalam kalimat resmi, baik lisan maupun tertulis dengan pengungkapan gagasan secara tepat. Suatu kata bisa diklasifikasikan tidak baku bila kata yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang ditentukan. Biasanya hal ini muncul dalam bahasa percakapan sehari-hari, bahasa tutur. B. Pembahasan 1. Perbedaan Bahasa Baku dan Tidak Baku Ragam bahasa orang yang berpendidikan, yakni bahasa dunia pendidikan, merupakan pokok yangt sudah agak banyak ditelah orang. Ragam itu jugalah yang kaidah-kaidahnya paling lengkap diberikan jika jika dibandingkan dengan pelajaran di dunia pendididkan. Sejarah umum perkembangan bahasa menunjukkan bahwa ragam itu memeperoleh genggsi dan wibawa yang tinggi karena karna ragam itu juga dipakai oleh kaum yang berpendidikan dan kemudian dapat menjadi pemuka diberbagai bidang kehidupan yang penting. Ragam itulah yang dijadikan tolok bandingan bagi pemakaian bahasa yang benar. Fungsinya sebagai tolok menghasilkan nama bahasa baku. 5 Proses tersebut terjadi di dalam banyak masyarakat bahasa yang terkemuka seperti Prancis, Inggris, Jerman, Belanda, dan Italia. Di Indonesia keadaanya agak berlainan pejabat tinngi, pemuka, dan tokoh masyarakat kita dewasa ini berusia antara 50 dan 70 tahun dan semuanya tidak memperoleh kesempatan memahiri ragam bahsa sekolah. Peristiwa revolusi kemerdekaan kita agaknya yang menjadi musababnya. Karena itu, mungkin tidak amat tepat menyamakan bahasa Indonesia yang baku dengan bahasa golongan pemimpin masyarakat secara menyeluruh. Masalahnya di Indonesia ialah kemahiran berbahasa yang baik dan benar, walupun dihargai, belum menjadi prasyarat untuk kedudukan yang terkemuka di dalam masyarakat kita. Mengingat kenyataan tersebut kita perlu kembali ke dunia pendidikan yang munurut adat menjadi persemaian para pemimpin. Ragam bahasa yang diajarkan dan dikembangkan di dalam lingkungan itulah yang menjadi ragam bahasa calon pemimpin kita sehingga pada suatu saat bahasa di Indonesia yang baku disamakan dengan ragam bahasa golongan yang memencarkan gengsi dan wibawa kemasyarakatan. Oleh sebab itu, di indonesia, semua proses pembakuan hendaknya bermula pada ragam bahsa pendidikan dengan berbagai coraknya dari sudut pandang sikap, bidang dan sarananya. Bahasa baku memiliki sifat kemantapan dinamais, yang berupa kaidah dan aturan yang tetap. Baku atau standar tidak dapatberubah setiap saat. Kaidah pembentukan kata yang memunculkan bentuk perasa dan perumus dengan taat asas harus dapat menghsilkan bentuk perajin dan perusak, bukan pengerajin dan pengerusak. Ciri kedua yang menendai bahasa baku ialah sifat kecendekiaan-nya. Perwujudannya dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa lain yang lebih besar mungungkapkan penaralaran atau pemikiran yang teratur, logis dan masuk akal. Proses pencendekiaan bahasa itu amat penting karena pengenalan ilmu teknologi moderen, yang kini umumnya masih bersumbur pada bahasa asing, hahrus dapat langsungkan lewat buku bahasa indonesia. 6 Baku atau standar berpranggapan: adanya keseragaman. Proses pembakuan sampai taraf tertentu berarti proses penyeragaman kaidah, bukan penyamaan ragam bahasa, atau penyeragaman variasi bahasa. Itulah ketiga ciri ragam bahasa bahasa yang baku. 2. Fungsi Bahasa Baku Bahasa baku mendukung empat fungsi, tiga di antaranya bersifat pelambang atau simbolik, sedangkan yang astu lagi bersifat objektif: (1) fungsi pemersatu, (2) fungsi pemberi kekhasan, (3) fungsi pembawa kewibawaan, dan (4) fungsi sebagai kerangka acuan. Bahasa baku menghubungkan semua penutur berbagai dialeg bahasa itu. Dengan demikian, bahasa baku mempersatukan mereka menjadi satu masnyarakat bahasa yang meningkatkan proses identifikasi penutur orang seorang dengan seluruh masyarakat itu. Bahasa indonesia yang diterbitkan di Jakarta selaku pusat pembangunan agaknya dapat diberi predikat pendukung fungsi pemersatu. Bahkan banyak orang bukan hanya tidak sadar akan adannya dialeg (geografis) bahasa indonesia, melainkan menginginkan juga keadaan utopia yang hanya mengenal satu ragam bahasa Indonesia untuk seluruh penutur dari Sabang sampai Merauke. Fungsi pemberi kekhasan yang di emban oleh bahasa baku memeperbedakan bahasa itu dari bahasa lain. Karena fungsi itu, bahasa baku memperkuat perasaan kepribadian nasional masyarakat bahasa yang bersangkutan. Hal itu terlihat pada penutur bahasa Indonesia. Yang meragukan sebagian orang ialah apakah perasaan itu bertalian lebih erat dengan bahasa Indonesia sebagai bahsa nasional tau dengan bahasa baku. Yang jelas ialah pendapat orang banyak bahwa bahsa Indonesia berbeda dari bahasa Malaysia atau dari bahasa Melayu di Singapura dan Brunei Darussalam. Bahkan bahasa Indonesia diuanngap suda lebih jauh berbeda dari bahasa Melayu Riau-Johor yang menjadi induknya. 7 Pemilikan bahasa baku membawa serta wibawa atau prestise. Fungsi pembawa wibawa bersangkutan usaha orang mencapai kesederajatan dengan peradaban lain yang dikagumi lewat pemerohanbahasa baku seendiri. Ahli bahasa dan beberapa kalangan di Indonesia pada umumnya berpendapat bahwa perkembangan bahasa Indonesia dapat dijadikan teladan bagi bangsa lain di Asia Tenggra yang juga mememerlukan bahas yang modern. Dapat juga dikatakan bahwa fungsi pembawa wibawa itu beralih dari pemilikan bahasa baku yang nyata ke pemilikan bahasa yang berpotensi menjadi bahasa baku. Walaupun begitu, menurur pengalaman, sudah dapat di saksikan di beberapa tempat bahwa penutur yang mahir berbahasa indonesia “dengan baik dan benar” memperoleh wibawa di mata orang lain. Bahasa baku selanjutnya berfungsi sebagai kerangka acuan bagi pemakaian bahasa dengan adanya norma dan kaidah yang jelas. Norma dan kaidah itu menjadi tolok ukur bagi betul tidaknya pemakain bahasa orang seorang atau golongan. Dengan demikian, penyimpangan dari norma dan kaidah dapat dinilai. Bahasa baku juga menjadi kerangka acuan bagi fungsi estetika bahasa yang tidak saja terbatas pada bidang sastra, tetapi juga mencakup segala jenis pemakaian bahasa yang menerik perhatian karena bentuknya yang khas, seperti di dalam permainan kata,iklan, dan tajuk berita. Fungsi ini dalam bahasa Indonesia baku belum berjalan dengan baik. Namun, perlunya fungsi itu berkali-kali diungkapkan dalam kongres bahasa Indonesia, seminar, serta berbagai penataran guru. Kalangan guru berkali-kali mengimbau agar disusun tata bahasa normatif yang dapat menjadi pegangan atau acuan bagi guru bahasa dan pelajar. 8 Ejaan atau tata cara manulis bahasa Indonesia dengan huruf Latin untuk ketiga kali dibakukan secara resmi pada tahun 1972, setelah berlakunya Ejaan Van Ophuijsen (1901) dan Ejaan Soewandi (1947). Pada tahun 1975 dikeluarkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang menguraikan kaidah ejaan yang baru secara terinci dan lengkap. Jika menerapkan patokan ptokan yang terurai di atas, maka dapat dikemukankan pendapat bahwa kaidah ejaan kita sudah seragam, dasar penysunannya memenuhi syarat kecendekiaan, tetepi pelaksanannya belum mantap. Mengingat jumlah variasi pelafalan bahasa Indonesia yang diizinkan atau diterima itu sanat besar sebagai akibat banyaknya ragam kedaerahan, pelaksanaan ejaan baku menjamin kemudahan proses pemahaman di antara semua penutur yang tersebar di kepulauan kita. Sebagaimana dinyatakan di atas, lafal bahasa indonesia banyak coraknya. Kita tidak saja berhadapan dengan ragam kedaerahan, tetapi juga dengan ragam orang yang kurang berpendidikan, yang fonologi bahasanya berbeda. Jika ditinjau dari sudut pembakuan, kita dapat mengambil dua sikap. Yang pertama didukung oleh anggapan agar berbagai lafal yang ada dibiarkan selama lafal itu ternyata tidak menggangu arus perhubungan kebahasaan di antara penuturnya. Sikap yang kedua dianut oleh orang berpendapat bahwa lafal yang santun mutlak diperlukan. Kata mereka, “Dulu kami pun memepelajari bahasa Belanda santun yang umum”. Andaikata keingan itu layak diwudkan sekarang, setelah pembakuan ejaan yang baru diselesaikan, maka malasalah yang timbul ialah lafal siapa dan lafal daerah mana yang harus dijadikan tolok ukur agar dapat disebut lafal Indonesia yang baku. Di dalam bahasa, dengan perangkat bunyi dan huruf juga yang terbatas banyaknya, kita pun dapat munyusun kata, baik dalam ujaran maupun tulisan, yang jumlahnya mungkin beratus ribu. Satuan bahasa itu kita mengacu kebarang, perbuatan, sifat atau gagasan apa saja yang bertalian dengan kehidupan kita. Kumpulan unsur bahasa itu disebut kosakata ‘khazanah kata’. Istialah leksikon dipakai dengan makna yang sama, tetapi kadang-kadang dibedakan juga sebagai pengacu kumpulan seluruh jumlah morfem-jadi semua afiks juga termasuk di dalamnya. kosakata bahasa Indonesia disusun menurut abajad dalam kamus. 9 Sehubungan dengan pembakuan kosakata, ada kalanya orang bertanya, apakah kata seperti cewek, ngelotok, ngopi, dan nggak sudah diterima sebagai bahasa indonesia. Kata-kata itu sudah menjadi bagian dari kosakata bahasa Indonesia, tetapi tidak termasuk dalam kelompok yang baku. Dalam pada itu, unsur bahasa yang semula tidak termasuk ragam standar lamabat-laun dapat diterima menjadi kosakata yang baku. Bandingkanlah, misalnya, perbedaan sikap orang beberapa waktu yang lalu dengan sikap mereka sekarang terhadap kata pacar, bisa dan dimengerti. Kaerna banyaknya kesangsian di antra penutur bahasa dan demi tujuan pengajaran bahasa yang tepat, usaha pembakuan kosakata, yang seyogiannya ditafsirkan pementapan kosakata dalam ragam bahasa yang baku, perlu digiatkan dan dikembangkan. Rintisan pembakuan kosakata sebenarnya sudah lama berjalan di bidang peristilahan yang merupakan bagiannya yang amat penting. Pekerjaan pembakuan istilah itu sudah dimulai sejak tahun 1942 dengan adanya Komisi Bahasa Indonesia. Akan tetapi, baru pada tahun 1975 keluarlah Pedoman Umum Pembentukan Istilah yang memberikan patokan menyeluruh mengenai permasalahan tersebut sehingga kita dapat memeiliki tata istilah yang memenuhi syarat kemantapan, kecendikiaan, dan keseragaman. Penyusunan istilah khusus serta pengembangannya pada hakikatnya merupakan unsur sertaan pengembangan ilmu. Pembakuan bahasa indonesia belum pernah dilakukan secara resmi. Walaupun demikian, buku tata bahasa, baik yang berupa saduran karangan ahli Belanda maupun yang berupa karya asli, yang banyak dipakai di perguruan kita, tidak sedikit pengaruhnya sebagai faktor pembaku. Buku yang banyak pengaruhnya terhadap pandangan kebahasaan orang yang bergerak di bidang pendidikan, di antaranya dapat disebut karangan van Ophuijsen (1910), S.M. Zain (1942), Madong Loebis (1946), S.T Alisjahbana (1949), C.A. Mees (1951), Fokker (1951), Poedjawijatna Zoetmulder (1955), Slametmuljana (1956, 1957), Goris Keraf (1970), Poerwadarminta (1967), Samsuri (1971, 1978), dan M. Ramlan (1971,1980,1981). 10 Disamping jasanya sebagai sarana, kadang-kadang memeng satu-satunya, dalam pengajaran bahasa di sekolah yang berhasil manjaga kesinambuangan proses pemahiran bahasa Indonesia, buku bahasa tata yang pernah dipakai secara luas itu tidak luput dari dua kelemahan. Yang pertama berhubungan dengan taraf perincianya. Di antara bagian tata bunyi, tata bentuk, dan tata kalimat, umumnya tata bentuklah yang urainya paling terinci. Bagian tata bunyi menimbulkan kesan bahwa pembahasannya bertolak dari pengetahuan orang tentang tata bunyi Belanda. Itulah sebabnya, dalam buku tata bahasa Indonesia dapat dipersoalkan tempat tekanan kata dan jenis tekanan kata dan jenis tekanan, seperti tekanan dinamik, tekanan tinggi, dan tekanan waktu. Bagaian sintaksis bernasib naka tiri. Contoh: karena dalam bahasa Belanda predikat kalimat selalu berupa verba, kalimat Indonesia seperti Ayah di rumah manurut teori tata bahasa yang barlaku juga bukan kalimat yang sempurna. 3. Bahasa Yang Baik Dan Benar Jika bahasa sudah baku atau standar, baik yang ditetapkan secara resmi lewat surat putusan pejabat pemrintah atau maklumat, maupun yang diterima berdasarkan kesepakatan umum dan yang wujudnya dapat kita saksikan praktik pengajaran bahasa kepada khalayak, mka dapat dengan lebih mudah dibuat pembedaan antara bahasa yang benar dengan yang tidak. Pemakaian bahasa yang mengikiti kaidah yang dibakukan atau yang dianggap baku itulah yang merupakan bahasa yang benar. Jika orang masih membedakan pendapat tentang benar tidaknya suatu bentuk bahasa, perbedaan paham itu menandakan tidak atau belum adanya berbentuk baku yang mantap. Jika dipandang dari sudut itu, kita mungkin berhadapan dengan bahasa yang semua tataranya suda dibakukan. Bahasa Indonesia, agaknya, termasuk golongan yang kedua. Kaidah ejaan dan pembentukan istilah kita sudah distandarkan; kaidah pembentukan kata yang sudah tepat dianggap baku, tetepi pelaksaan patokan itu dalam kehidupan sehari-hari belum mantap. 11 Orang yang mahir menggunakan bahasanya sehingga maksud hatinya mencapai sasaranya, apapun jenisnya itu, dianggap telah dapat berbahasa dengan efektif. Bahasanya membuahkan efek atau hasil kerena serasi dengan peristiwa atau keadaan yang dihadapinya. Di atas sudah diuraikan bahwa bahwa oarang yang berhadapan dengan sejumlah lingkungan hidup harus memilih salah satu ragam yang cocok dengan situasi itu. Pemenfaatan ragam yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa itulah yang disebut bahasa yang baik atau tepat. Bahasa yang harus mengenai sasaranya tidak selalu perlu baragam baku. Dalam tawar-menawar denagn tukang sayur atau tukang becak kita memekai bahasa baku sperti (1) Berapakah Ibu mau menjual bayam ini? (2) Apakah Bang Becak bersedia mengantar saya ke Pasar Tanah Abang dan berapa ongkosnya? Contoh di atas adalah contoh bahasa Indonesia yang baku dan benar, tetapi tidak baik dan tyidak efektif karena tidak cocok deengan situasi pamakaian kalimat-kalimat itu. Untuk situasi seperti di atas, kalimat (3) dan (4) berikut akan lebih tepat. (1a) Berapa nih, Bu, bayemnya? (2a) Ke Pasar Tanah Abang, Bang, Berapa? Sebaliknya, kita mungkin berbahasa yang baik, tetapi tidak benar. Frasa seperti ini hari merupakan bahasa yang baik sampai tahun 80-an di kalangan para makelar karcis bioskop, tetapi bentuk itu tidak merupakan bahasa yang benar kerena letak kedua kata dalam frasa ini terbalik. Karena itu, anjuran agar kita “berbahasa Indonesia dengan baik dan benar” dapat diartikan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan yang di samping itu mengikuti kaidah bahasa yang betul. Uangkapan “bahasa Indonesia yang baik dan banar” mengacu keragam bahasa yang sekaligus mmemenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran. 12 4. Beberapa Bontoh Bahasa Baku Kata BAKU dan TIDAK BAKU A 1. aktif = aktip 2. ambulans = ambulan 3. analisa = analisis 4. andal = handal 5. anggota = angauta 6. antre = antri 7. apotik = apotek 8. asas = azas 9. atlet = atlit B 10. bus = bis 11. berpikir = berfikir C 12. cabai = cabe, cabay 13. cenderamata = cinderamata 13 D 14. daftar = daptar 15. definisi = difinisi 16. depot = depo 17. detail = detil 18. diagnosis = diagnosa 19. diferensial = differensial 20. dipersilakan = dipersilahkan 21. disahkan = disyahkan E 22. ekspor = eksport 23. ekstrem = ekstrim 24. ekuivalen = ekwivalen 25. embus = hembus 26. esai = esei 14 F 27. formal = formil 28. februari = pebruari 29. fiologi = phiologi 30. fisik = phisik 31. foto = photo 32. fondasi = pondasi 33. frekuensi = frekwensi G H 34. hafal = hapal 35. hakikat = hakekat 36. hierarki = hirarki 37. hipotesis = hipotesa 15 I 38. insaf = insyaf 39. ikhlas = ihlas 40. impor = import 41. istri = isteri 42. ijazah = ajasah, ijasah 43. izin = ijin 44. imbau = himbau 45. isap = hisap J 46. jaman = zaman 47. jenazah = jenasah 48. justru = justeru 16 K 49. karier = karir 50. kaidah = kaedah 51. kategori = katagori 52. khotbah = khutbah 53. konferesi = konperensi 54. kongres = konggres 55. kompleks = komplek 56. kualifikasi = kwalifikasi 57. kualitas = kwalitas 58. kuantitatif = kwantitatif 59. koordinasi = koordinir L 17 M 60. manajemen = menejemen 61. manajer = menejer 62. masalah = masaalah 63. masjid = mesjid 64. merek = merk 65. meterai = meterei 66. metode = metoda 67. miliar = milyar 68. misi = missi 69. mulia = mulya 70. mungkir = pungkir 71. museum = musium N 72. narasumber = nara sumber 73. nasihat = nasehat 74. November = Nopember O 75. objek = obyek 76. objektif = obyektif 18 P 77. paspor = pasport 78. peduli = perduli 79. praktik = praktek 80. provinsi = propinsi 81. putra = putera 82. profesor = proffesor Q R 83. ramadhan = ramadan 84. risiko = resiko S 85. saraf = syaraf 86. sekadar = sekedar 87. silakan = silahkan 88. sistem = sistim 89. saksama = seksama 90. standardisasi= standarisasi 91. subjek = subyek 92. subjektif = subyektif 19 T 93. teknik = tehnik 94. teknologi = tehnologi 95. terampil = trampil 96. telantar = terlantar U 97. ubah = rubah 98. utang = hutang V 99. varietas = varitas W X Y 20 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil pembahasa di atas maka dapat disimpulkan bahwa kita diharuskan menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar atau dengan kata lain kita harus mampu mengaplikasikan bahasa yang baku untuk bercerita. Kita dituntut untuk mengunakan bahasa baku di dalam lingkungan yang formal, seperti dalam berdiskusi, seminar, lingkungan sekolah, lingungan kampus maupun dalam kongres kita mutlak menngunakan bahasa baku. Bahasa non baku bisa saja digunakan jika kita berada di lingkungan non formal atau dengan kata lain kata non baku bisa digunakan asalkan sesuai dengan situasi dan kondisi. B. Kritik dan Saran Dengan selesainya makalah ini penulis sangat mengharapkan kritikan dari para pembaca. Makalah ini sesunggunya belum sepenuhnya sempurna seperti yang dihrapkan oleh penulis. 21   DAFTAR PUSTAKA Abas, Lutfi. 1967. Pengantar Linguistik dan Tatabahasa Bahasa Indonesia I. Bandung: Jajasan Penerbit Universitas Padjadjaran. Paosikin. 1950. Tatabahasa Indonesia. Pustaka Timur. Permadi, Eddy. 1980. Buku pelajaran bahasa indonesia. Bandung: Malita Masa. Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia. 1975a. Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pino, E. 1953. Bahasa Indonesia, Groningen, J.B Woltres. Sulaiman, sjaf. 1974. Pengantar Tatabahasa Indonesia. Yogyakarta: Pribadi. 22

1 komentar:

  1. gan mending widget robotnya dihapus,karena menggangu yg mengujungi blognya

    trims

    BalasHapus